apabila ingin mengambil secara mentah mentah bisa langsung klik disini.
Selamat membaca, dan selamat menambah ilmu pengetahuan.
Terima kasih telah mengunjunggin Blog saya.
By: Alif Noor Cahya P
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Apakah yang dimaksud dengan perilaku abnormal? Bagaimana
kita dapat mengartikan apa abnormal tersebut? Kita dapat mengenali perilaku
yang ‘aneh’ saat kita melihatnya namun bagaimana kita ‘mengartikan’ hal
tersebut. Kebanyakan dari kita menghindari apa yang kita percayai sebagai
perilaku yang ‘ganjil’, sebagai contohnya kita kemungkinan memilih untuk tidak
duduk di samping seseorang yang berpakaian aneh. Kita tidak menyukai
orang-orang yang berbau tidak enak dan akan berusaha menghindari mereka. Karena
itu semua, kita mungkin mengartikan abnormalitas sebagai sesuatu yang tidak
bisa diterima oleh masyarakat. Tetapi bagaimana itu bisa mengartikan apa yang
dimaksud dengan ‘sesuatu yang normal’? Bagaimana kita dapat mengerti perilaku
yang tidak wajar?
Banyak pelajar jaman sekarang meyakini bahwa pola
perilaku abnormal adalah suatu fenomena yang kompleks dan lebih mudah dipahami
dengan memperhitungkan kontribusi dari beberapa faktor yang mewakili
perspektif-perspektif yang berbeda, daripada hanya dari satu faktor kausal.
Sejak zaman dahulu, manusia telah mencari penjelasan dari perilaku yang aneh
atau menyimpang. Pada abad pertengahan, kebanyakan orang percaya bahwa perilaku
abnormal disebabkan oleh iblis dan kekuatan supernatural. Tetapi bahkan pada zaman
kuno, beberapa ahli seperti Hippocrates dan Galen, mencari penjelasan alamiah
tentang perilaku abnormal. Sekarang, saat takhyul dan demonology telah berganti dengan model teoritis dari ilmu-ilmu alam
dan sosial. Pendekatan ini membuka jalan tidak hanya untuk mengerti perilaku
abnormal secara ilmiah tetapi juga membuka jalan untuk mengetahui bagaimana
mengobati individu yang menderita gangguan psikologis.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi
Perilaku Abnormal dari Sudut Pandang Biologis
DSM-IV mendefinisikan perilaku abnormal sebagai “a clinically
significant behavioral or psychological syndrome or pattern thatoccurs in an
individual and that is associated with present distress (e.g., a
painfulsymptom) or disability (i.e., impairment in one or more important areas
of functioning) or with a significantly increased risk of suffering death,
pain, disability,or an important loss of freedom. (American Psychiatric
Association, 2000a,p. xxxi)” yang dapat diartikan
bahwa perilaku abnormal adalah sebuah perilaku yang signifikan secara klinis
atau sindrom/pola psikologis yang terdapat dalam diri seseorang dan berhubungan
dengan keadaan yang menderita (contoh: gejala kesakitan) atau kecacatan
(contoh: kerusakan fungsi pada daerah-daerah yang penting) atau dengan
peningkatan yang signifikan pada resiko terhadap menderita kematian, sakit,
cacat, atau kehilangan kebebasan.
Sudut pandang biologis melihat abnormalitas sebagai suatu
penyakit. Penyakit yang mengakibatkan perilaku abnormal dalam berperilaku ini
terjadi karena kerusakan pada sistem saraf pusat, sistem saraf simpatik dan
parasimpatik, kelainan pada sistem endokrin maupun berbagai kondisi fisiologis.
Dalam sudut pandang biologis, dinyatakan bahwa abnormalitas terjadi dikarenakan
oleh hal-hal yang bersifat biologis seperti kelainan genetis, kerusakan sel
otak dan saraf, kelainan produksi bahan kimia dalam tubuh dan
ketidakseimbangan hormonal. Dengan demikian, abnormalitas selalu berkaitan
dengan kondisi neurologis.
Seorang dokter Jerman, Wilhelm Griesinger (1817-1868)
menyatakan bahwa perilaku abnormal berakar pada penyakit di otak. Pandangan ini
cukup memengaruhi dokter Jerman lainnya, seperti Emil Kraepelin (1856-1926)
yang menulis buku teks penting dalam bidang psikiatri pada tahun 1883. Ia meyakini
bahwa gangguan mental berhubungan dengan penyakit fisik. Memang tidak semua
orang yang mengadopsi model medis ini meyakini bahwa setiap pola perilaku
abnormal merupakan hasil dari kerusakan biologis, namun mereka mempertahankan
keyakinan bahwa pola perilaku abnormal tersebut dapat dihubungkan dengan
penyakit fisik karena ciri-cirinya dapat dikonseptualisasikan sebagai
simtom-simtom dari gangguan yang mendasarinya.
B. Penyebab
Perilaku Abnormal
Berdasarkan sumber
asalnya, sebab-sebab perilaku abnormal dapat digolongkan sedikitnya menjadi
tiga, yaitu faktor biologis, faktor psikososial, dan faktor sosiokultural.
Namun dalam makalah ini kami akan memfokuskan pada pembahasan faktor biologis.
Yang dimaksud
faktor biologis adalah berbagai keadaan biologis atau jasmani yang dapat
menghambat perkembangan maupun fungsi sang pribadi dalam kehidupan sehari-hari,
seperti kelainan gen, kurang gizi, penyakit, dan sebagainya. Pengaruh faktor
biologis lazimnya bersifat menyeluruh. Artinya, mempengaruhi seluruh aspek tingkah
laku, mulai dari kecerdasan sampai daya tahan terhadap stres. Beberapa jenisnya
yang terpenting adalah sebagai berikut:
a.
Cacat
Genetik
Keadaan
ini biasanya berupa anomali atau kelainan kromosom. Kelainan struktur atau
jumlah kromosom, misalnya dapat menimbulkan aneka cacat dan gangguan
kepribadian. Contoh: sindrom Down,
yaitu sejenis keterbelakangan mental akibat adanya trisomi dalam struktur
kromosom penderita; sindrom Klinefelter,
yaitu sejenis kelainan berupa tubuh pria namun dengan sifat wanita, akibat
kelebihan kromosom X pada kromosom jenis kelamin XXY.
b.
Kelemahan
Konstitusional
Konstitusi
adalah struktur (makeup) biologis
individu yang relatif menetap akibat pengaruh-pengaruh genetik atau lingkungan
sangat awal, termasuk lingkungan pranatal. Konstitusi mencakup beberapa aspek
sebagai berikut:
1)
Fisik
atau bangun tubuh
Sheldon
(1954) adalah salah seorang tokoh perintis yang mengaitkan bangun tubuh dengan
sifat kepribadian dan psikopatologi. Sebagai contoh, ia membedakan tiga macam
bangun tubuh: endomorfik, yaitu
pendek dan gemuk; mesomorfik, yaitu
sedang dan berotot; dan ektomorfik,
yaitu jangkung dan kurus. Selanjutnya, ia berpendapat bahwa fisik bukan
merupakan penyebab psikopatologi, tetapi mempengaruhi jenis gangguan yang akan
diderita seseorang bila suatu saat ia terkena stres berat. Misalnya, orang yang
berfisik endomorfik cenderung rentan
terhadap gangguan afeksi berupa perubahan tak menentu antara perasaan gembira
dan sedih yang bersifat ekstrem (psikosis manik-depresif); orang yang berfisik
mesomorfik cenderung rentan terhadap gangguan delusi berupa pikiran bahwa
dirinya terkutuk dan dikejar-kejar (psikosis paranoid); sedangkan orang yang
berfisik ektomorfik cenderung rentan terhadap gangguan berupa menarik diri
secara ekstrem (psikosis skizofrenik).
2)
Cacat
fisik
Cacat
fisik dibedakan atas cacat kogenital atau cacat bawaan, yaitu cacat yang sudah
dibawa sejak lahir, dan cacat yang diperoleh sesudah lahir. Pengaruh dari suatu
cacat bergantung pada cara individu yang bersangkutan menerima/memandang dan
menyesuaikan diri dengan keadaannya tersebut (menjadi minder, dan sebagainya)
serta perlakuan masyarakat terhadap dirinya.
3)
Kecenderungan
reaksi primer
Kecenderungan
reaksi primer meliputi kepekaan, tempramen, tingkat aktivitas, dan cara-cara
khas bereaksi terhadap frustrasi. Tiga faktor yang pertama mempengaruhi cara
interaksi individu dengan lingkungan sosialnya. Interaksi dengan lingkungan
sosial itu selanjutnya akan menentukan besar-kecilnya kemungkinan seseorang
mengalami masalah. Anak yang memiliki tingkat aktivitas yang tingi, misalnya,
cenderung lebih mudah menjadi bermasalah. Sedangkan faktor yang keempat akan
menentukan cara seseorang bereaksi terhadap stres. Sebagai contoh, ada orang
yang menjadi sulit tidur atau menderita jenis gangguan lain setiap kali
mengalami stres.
c.
Deprivasi
Fisik
Malnutrisi
atau kekurangan gizi di masa bayi dapat menghambat pertumbuhan fisik,
melemahkan daya tahan terhadap penyakit, menghambat pertumbuhan otak dan
berakibat menurunkan tingkat inteligensi. Pada masa dewasa, misalnya karena
menjalani diet terlalu ketat, keadaan ini dapat berakibat menurunkan daya tahan
seseorang terhadap stres dan meningkatkan kemungkinannya terkena psikosis atau
gangguan-gangguan mental lain. Selain itu, akibat negatif malnutrisi dapat
menurun ke genearasi berikut.
d.
Proses-proses
Emosi yang Berlebihan
Gejolak
emosi ekstrem yang berlangsung singkat dapat menganggu kemampuan seseorang
untuk bereaksi secara tepat dalam situasi-situasi darurat. Korban dalam
berbagai bentuk bencana atau musibah, sering adalah orang-orang yang cenderung
mudah panik. Bila berlangsung dalam jangka panjang, gejolak emosi ekstrem itu
dapat berakibat negatif terhadap penyesuaian diri orang yang bersangkutan
secara keseluruhan. Misalnya, berakibat munculnya gejala-gejala penyakit
tertentuk yang sulit disembuhkan, seperti gangguan pernafasan (asmatis),
gatal-gatal, dan sebagainya, jenis-jenis penyakit yang disebut gangguan
psikosomatik.
e.
Patologi
Otak
Yang
dimaksud adalah gangguan-gangguan organik atau penyakit yang langsung
mengganggu atau bahkan melumpuhkan fungsi otak. Gangguan ini dapat bersifat
sementara, misalnya suhu badan yang tinggi atau keracunan, atau dapat pula
bersifat permanen, misalnya infeksi sipilis. Suhu badan tinggi dan keracunan
dapat menimbulkan delirium atau kekacauan mental, misalnya dalam bentuk
mengigau, yang bersifat sementara; sedangkan infeksi sipilis yang menyerang
otak akan menimbulkan gangguan psikosis tertentu yang lebih sulit disembuhkan.
C. Perspektif
Kontemporer Biologis tentang Perilaku Abnormal
Perspektif biologis, berfokus pada perilaku abnormal
secara biologis dan terapi berdasarkan pendekatan biologis, seperti terapi
obat, untuk mengobati gangguan psikologis. Model medis, yang diilhami oleh para
dokter mulai dari Hippocrates hingga Kraepelin, tetap memiliki kekuatan yang
besar dalam pemahaman kontemporer tentang perilaku abnormal. Istilah perspektif biologis lebih sering
digunakan daripada model medis untuk mengacu pada
pendekatan yang berbasis biologis dalam menangani gangguan psikologis. Kita
dapat membicarakan perspektif biologis tanpa harus mengambil doktrin dari model
medis, yang memperlakukan pola perilaku abnormal sebagai gangguan dan ciri-cirinya sebagai simtom. Sebagai contoh, pola-pola perilaku tertentu (rasa malu atau
tidak adanya kemampuan musikal) mungkin memiliki komponen genetis yang kuat
namun tidak dapat dianggap “simtom-simtom” dari “gangguan” yang mendasarinya.
Perspektif biologis, atau model medis, adalah sebuah
perkembangan dari somatogenesis. Berbagai faktor biologis telah terlibat dalam
patofisiologi penyakit mental. Contohnya, ketidakseimbangan neurotransmitter
memainkan peran dalam schizoprenia, depresi, kecemasan, dan bunuh diri.
Ketidakseimbangan hormon seringkali dinyatakan pada perilaku gender-related seperti agresi. Komponen
genetik dari penyakit mental ditemukan pada depresi, alchololism, dan schizophrenia; abnormalitas kromosom dapat
ditemukan pada sindrom Down. Cacat fisik kemungkinan dikarenakan abnormalitas
embrionik atau faktor environmental, seperti ibu yang mengkonsumsi alkohol
ketika mengandung. Gangguan mental sering dihubungkan dengan cacat fisik
termasuk learning disabilities dan
gangguan emosi dan perilaku. Gangguan otak dapat terlihat pada penyakit seperti
dementia (jenis Alzheimer), dan kehilangan kebutuhan dasar fisiologis seperti
makan atau tidur dapat mengarah pada perasaan depersonalization dan depresi. Genetis memainkan peran besar dalam
berbagai bentuk perilaku abnormal. Kita juga mengetahui bahwa faktor-faktor
biologis lainnya, terutama berfungsinya sistem-sistem saraf, terlihat dalam perkembangan
perilaku abnormal.
1.
Sistem
Saraf
Sistem saraf terbuat dari sel-sel saraf yang disebut neuron. Neuron-neuron saling
berkomunikasi satu sama lain, atau menyalurkan “pesan”. Pesan-pesan tersebut
bersumber dari peristiwa-peristiwa yang beragam rentangnya, mulai dari merasa
gatal karena gigitan kutu, mengkoordinasikan suatu gambar pandangan dan
otot-otot dari peseluncur, menyusun sebuah simfoni, memecahan suatu perhitungan
arsitektur, dan, dalam kasus halusinasi, mendengar atau melihat sesuatu yang
sesungguhnya tidak ada. Neuron memancarkan pesan-pesan ke neuron lain melalui
substansi kimia yang disebut neurotransmiter
(neurotransmitter).
Neurotransmitter mengakibatkan perubahan kimia pada neuron penerima.
Perubahan-perubahan tersebut menyebabkan akson mengirimkan pesan dalam bentuk
listrik.
Psychiatric drugs, termasuk obat-obatan yang digunakan untuk mengobati
kecemasan, depresi, dan skizofrenia, bekerja dengan mempengaruhi ketersediaan
neurotransmitter di otak. Ketidakteraturan dalam kerja sistem neurotransmiter
di otak berkaitan erat dengan pola-pola perilaku abnormal. Depresi berkaitan
dengan disfungsi yang melibarkan neurotransmiter nonepinefrin dan serotonin.
Obat-obatan antidepressant – prozac dan zoloft – merupakan obat-obatan yang
meningkatkan ketersediaan serotonin
di otak. Serotonin juga berkaitan erat
dengan gangguan kecemasan, gangguan tidur, dan gangguan makan.
Penyakit Alzheimer, penyakit otak di mana terdapat
kehilangan ingatan dan fungsi kognitif secara progresif, dikaitkan dengan
berkurangnya tingkat neurotransmiter asetilkolin
di otak. Ketidakteraturan yang melibatkan neurotransmiter dopamin tampaknya terlibat dalam skizofrenia. Orang-orang yang
mengalami skizofrenia mungkin menggunakan lebih banyak dopamin yang tersedia di
otak daripada orang-orang lain yang tidak mengalami skizofrenia. Hasilnya
mungkin adalah halusinasi, pembicaraan yang tidak koheren, dan pemikiran
delusional. Obat-obat antipsikotik yang digunakan untuk menangani skizofrenia
tampaknya bekerja dengan memblok reseptor dopamin di otak.
2.
Bagian-Bagian
Sistem Saraf
Sistem saraf terdiri dari dua bagian utama, sistem saraf pusat (central nervous system) dan sistem saraf tepi (peripheral
nervous system). Kedua bagian ini juga terbagi-bagi. Sistem saraf pusat
terdiri dari otak dan tulang belakang. Sistem saraf tepi tersusun dari saraf-saraf
yang (1) menerima dan menyalurkan pesan-pesan sensoris (pesan-pesan dari
organ-organ sensoris seperti mata dan telinga) ke otak dan tulang belakang, dan
(2) menyalurkan pesan dari otak atau tulang belakang ke otot-otot, menyebabkan
mereka berkontraksi, dan ke kelenjar-kelenjar, menyebabkan mereka mensekresi
hormon-hormon. Bagian-bagian sistem saraf dan fungsinya, antara lain:
a.
Medula,
yaitu daerah di batang otak yang berperan dalam pengaturan detak jantung dan
pernapasan.
b.
Pons,
yaitu suatu struktur di batang otak yang berperan dalam pernapasan.
c.
Serebelum,
yaitu sebuah struktur pada bagian batang otak yang berperan dalam koordinasi
dan keseimbangan.
d.
Sistem
aktivasi retikular, yaitu struktur otak yang berperan dalam proses perhatian,
tidur, dan terjaga.
e.
Thalamus,
yaitu sebuah struktur pada forebrain yang berperan dalam meneruskan informasi
sensoris ke korteks dan dalam proses yang berkaitan dengan tidur dan perhatian.
f.
Hipotalamus,
yaitu suatu struktur pada otak depan yang berperan dalam pengaturan suhu tubuh,
emosi, dan motivasi.
g.
Sistem
limbik, yaitu suatu kelompok struktur otak depan yang berperan dalam belajar,
ingatan, dan dorongan-dorongan dasar mencakup lapar, haus dan agresi.
h.
Ganglia
basalis, yaitu kelompok dari neuron-neuron yang terletak antara talamus dan
serebrum, berperan dalam proses-proses koordinasi motorik (gerakan).
i.
Serebrum,
yaitu bagian yang besar dari otak depan, terdiri dari dua hemisfer serebral.
j.
Korteks
serebral, yaitu daerah permukaan yang berkerut-kerut pada serebrum, bertanggung
jawab untuk memproses stimulus sensoris dan mengendalikan fungsi mental yang
lebih tinggi, seperti berpikir dan penggunaan bahasa.
Struktur dan proses biologis terlibat dalam berbagai pola
perilaku abnormal. Faktor genetik, begitu pula dengan gangguan fungsi neurotransmitter
dan mendasari abnormalitas otak atau cacat, juga terlibat dalam banyak gangguan
psikologis. Gen memainkan peran penting dalam menentukan kerentanan seseorang
terhadap gangguan psikologis. Namun gen tidak banyak memberikan penjelasan untuk
memahami asal-usul dari gangguan-gangguan tersebut. Para ilmuwan telah
berpindah dari debat lama tentang “nature-nurture” (gen vs. lingkungan) ke
penelitian tentang interaksi yang kompleks antara gen dan faktor lingkungan
untuk lebih memahami faktor utama dari pola perilaku abnormal.
D. Terapi
Perilaku Abnormal Menurut Perspektif Biologis
Pendekatan biologis
dalam penyembuhan perilaku abnormal berpendapat bahwa gangguan mental, seperti
penyakit fisik disebabkan oleh disfungsi biokimiawi atau fisiologis otak. Terapi
fisiologis dalam upaya penyembuhan perilaku abnormal meliputi kemoterapi,
elektrokonvulsif dan prosedur pembedahan.
1.
Kemoterapi
(Chemotherapy)
Chemotherapy
atau Kemoterapi dalam kamus J.P. Chaplin diartikan sebagai penggunaan obat bius
dalam penyembuhan gangguan atau penyakit-penyakit mental. Adapun penemuan
obat-obat ini dimulai pada awal tahun 1950-an, yaitu ditemukannya obat yang
menghilangkan sebagian gejala Schizophrenia. Beberapa tahun kemudian ditemukan
obat yang dapat meredakan depresi dan sejumlah obat-obatan dikembangkan untuk
menyembuhkan kecemasan.
a.
Antianxiety
Drugs, yaitu obat yang dapat menurunkan kecemasan dan termasuk pada golongan
yang dinamakan benzodiazepin. Obat-obatan ini sering dikenal dengan
transkuiliser (penenang). Transkuiliser ini terdiri dari transkuiliser minor
dan transkuiliser mayor.
1)
Transkuiliser
Minor
Obat-obat
ini biasanya diberikan pada pasien yang mengeluh cemas atau tegang, walaupun
beberapa orang sering menggunakannya sebagai pil tidur. Yang termasuk golongan
ini adalah valium, librium, miltown, atarax, serax dan equamil. Valium dan
transkuiliser lainnya digunakan untuk menekan aktivitas sistem saraf pusat,
mengurangi aktivitas simpatis, mereduksi kecepatan jantung, kecepatan
pernafasan dan perasaan gelisah serta ketegangan. Masalah yang diasosiasikan
pada beberapa trankuiliser adalah kecemasan yang mengganjal. Beberapa pasien
yang telah menggunakan obat ini secara tidak teratur berakibat pada
kecemasannya muncul kembali dan rasa sakitnya bertambah.
2)
Transkuiliser
Mayor
Transkuiliser
Mayor dianggap pada bagian yang luas untuk mengurangi bentuk-bentuk kebutuhan
yang bervariasi dari pengendalian dan pengawasan. Dalam beberapa kasus dapat
mengurangi agitasi, delusi dan halusinasi. Yang termasuk golongan ini
thorazine, mellaril, dan stelazine. Transkuiliser Mayor diberikan pada pasien
schizophrenia untuk memimpin sebagian besar kehidupannya secara normal dalam
komunitas masyarakat, tempat kerjanya, dan mempertahankan kehidupan
keluarganya.
b.
Anti
Depressant, yaitu obat yang sering diberikan pada pasien yang mengalami depresi
mayor. Selain itu juga untuk membantu meningkatkan mood individu yang
terdepresi. Obat ini lebih memberikan efek pada membangkitkan energi. Obat anti
depressant cenderung mengurangi depresi pada aspek fisik. Contohnya, mereka
cenderung untuk meningkatkan tingkat aktivitas pasien untuk mengurangi gangguan
makan dan tidur. Orang yang mengalami depresi berat sering mengalami insomnia
oleh karena itu pemberian anti depressant harus mempertimbangkan waktu pemberian.
Hal ini menjadi pertimbangan manakala beberapa pasien yang berada di rumah
sakit selama periode tertentu mempunyai kecenderungan untuk melakukan bunuh
diri. Akan tetapi pemberian obat anti depressant yang berlebihan akan
menyebabkan kematian.
c.
Antipsychotic
Obat
anti psikotik sangat efektif untuk menghilangkan halusinasi dan konfusi dari
satu episode schizophrenia akut serta membantu pemulihan proses berpikir yang
rasional. Obat ini tidak menyembuhkan schizophrenia, akan tetapi membantu
pasien agar dapat berfungsi diluar rumah sakit. Anti psikotik dapat
mempersingkat masa perawatan pasien dan mencegah kekambuhan. Walaupun demikian
obat ini memiliki efek samping terhadap mulut menjadi kering, pandangan kabur,
konsentrasi berkurang hingga gejala neurologis.
d.
Lithium
Bangsa
Yunani pertama kali menggunakan metal lithium untuk obat-obatan psycho active.
Mereka menentukan kandungan air mineral untuk pasien dengan gangguan bipolar
afektif, walaupun demikian mereka belum memahami mengapa hal ini kadang-kadang
bisa menghasilkan kesembuhan. Akibat ini kemungkinan besar dikarenakan air
mineral yang mengandung lithium.
Metal
lithium dalam bentuk tablet dapat meratakan hasil periode tingkah laku depresif
pada tingkat sedang dari persediaan norephinephrin terhadap otak.
2.
Electroconvulsive
Terapi
elektrokonvulsif (electroconvulsive therapy) dijelaskan oleh psikiater asal
Itali Ugo Carletti pada tahun 1939. Pada terapi ini dikenal electroschot
therapy, yaitu adanya penggunaan arus listrik kecil yang dialirkan ke otak untuk
menghasilkan kejang yang mirip dengan kejang epileptik. Pada saat ini ECT
diberikan pada pasien yang mengalami depresi yang parah dimana pasien tidak
merespon pada terapi otak. Secara khusus, pasien dengan terapi ECT mendapatkan
satu treatment dalam tiga atau beberapa minggu. ECT dapat menyebabkan
ketidaksadaran, walaupun demikian arus listrik yang dialirkan sangatlah lemah.
Arus listrik dialirkan melalui pelipis menuju ke sisi hemisfer serebral non
dominan. Individu akan terbangun dalam beberapa menit kemudian dan tidak ingat
apapun tentang terapi. Efek samping dari terapi ECT ini adalah gangguan memori
yang menimbulkan kekosongan memori sehingga pasien mengalami gangguan kemampuan
untuk menambah informasi baru selama beberapa waktu.
3.
Psychosurgery
Pada
terapi ini, tindakan yang dilakukan adalah adanya pemotongan serabut saraf
dengan penyinaran ultrasonik. Psychosurgery merupakan metode yang digunakan
untuk pasien yang menunjukan tingkah laku abnormal, diantaranya pasien yang
mengalamai gangguan emosi yang berat dan kerusakan pada bagian otaknya. Pada
pasien yang mengalami gangguan berat, pembedahan dilakukan terhadap serabut
yang menghubungkan frontal lobe dengan sistim limbik atau dengan area
hipotalamus tertentu. Terapi ini digunakan untuk mengurangi simptom psikotis,
seperti disorganisasi proses pikiran, gangguan emosionalitas, disorientasi
waktu ruang dan lingkungan, serta halusinasi dan delusi.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA
Nevid, J. S., Rathus, S. A., Greene, B. S., 2006. Abnormal Psychology in a Changing World.
USA: Prentice Hall.
Plante, G. T.
Abnormal Psychology Across the Ages. 2013. California: ABC-CLIO, LLC.
Sue, D., Sue, D. W., Sue, S. Understanding Abnormal Behavior. 2010. USA: Wadsworth, Cengage
Learning.
Supratiknya, A. Mengenal
Perilaku Abnormal. 1999. Yogyakarta: Kanisius.
1 komentar:
Wynn Las Vegas and Encore - Dr.MCD
Wynn Las Vegas 창원 출장마사지 and Encore, Las Vegas, NV, United States. We were all impressed by 김해 출장안마 the 제천 출장마사지 quality of service, the cleanliness and the pleasant 전주 출장샵 rooms. The staff was great 창원 출장안마
Posting Komentar